Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah
organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan pada tanggal 11 Mei 1993.
Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen
tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan
lingkungannya.
Pada
awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan kegemaran
konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengkonsumsi produk luar
negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di
hati masyarakat Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi
promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.
B.
Tugas-tugas
YLKI
Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah perlindungan konsumen, di samping
bidang lainnya seperti kesehatan, air bersih dan sanitasi, gender, dan hukum
sebagai penunjangnya. Bidang-bidang ini dilaksanakan terutama dalam bentuk
studi, penelitian, survai, pendidikan dan penerbitan, advokasi, seminar,
pemberdayaan masyarakat konsumen, dan pengembangan dan pendampingan
masyarakat.
Program-program yang telah dilakukan lembaga adalah advokasi, penerbitan
majalah dan pemberdayaan perempuan. Menerbitkan majalah bulanan Warta
Konsumen dan News Letter: Indonesian Consumers Current. Selain dari hasil
kerjasama proyek dengan berbagai pihak, lembaga ini juga banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai lembaga, antara lain Sekretariat Negara, Pemerintah
Daerah DKI Jakarta, USAID, dan The Ford Foundation.
Lembaga ini merupakan anggota Jaringan Kerja WALHI, YAPPIKA, HIV-AIDS, LM3,
Consumers International, Pesticide Action Network, Health Action, Sustainable
Transportation of Asia Pasific. Wilayah kerjanya berskala nasional.
Lembaga ini memiliki 30 staf tetap, 1 staf tidak tetap, 17 orang tergolong staf
profesional dan 14 orang staf administrasi.
C.
Kasus-kasus
yang ditangani YLKI
Sidang
kasus pencemaran nama baik yang dilakukan Prita Mulyasari terhadap Rumah Sakit
Omni Internasinal Alam Sutera kembali digelar di Pengadilan Negeri Tangerang,
Rabu, 28 Oktober 2009. Sidang menghadirkan saksi ahli perlindungan konsumen.
Saksi adalah pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bidang Pengaduan, Sudaryatmo. Ia mengatakan, keluhan yang dituangkan Prita dalam surat elektronik adalah bagian dari hak pasien atas pelayanan buruk RS Omni.
Menurutnya, pasien termasuk kategori konsumen jasa profesional yang ada dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. "Konsumen berhak mengeluh dan mengemukakan pendapat atas pelayanan yang buruk. Ini legal dan dilindungi undang-undang," ujarnya.
Ia juga mengkritik manajemen RS Omni yang tak memberikan dokumen rekam medis selama Prita berobat. Tak seharusnya RS Omni menuntut Prita. "Pelaku usaha seharusnya memperluas akses komplain bagi konsumen," ujarnya.
Atas keterangan itu, Jaksa Penuntut Umum, Riyadi, menilai saksi ahli tak memiliki relevansi. Menurutnya, definisi konsumen yang ditangani YLKI adalah yang berhubungan dengan Departemen Perdagangan. "Sedangkan pasien sudah diatur dalam UU Praktik kedokteran yang koordinasinya ada di Departemen Kesehatan," ujar Riyadi.
Saksi adalah pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bidang Pengaduan, Sudaryatmo. Ia mengatakan, keluhan yang dituangkan Prita dalam surat elektronik adalah bagian dari hak pasien atas pelayanan buruk RS Omni.
Menurutnya, pasien termasuk kategori konsumen jasa profesional yang ada dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. "Konsumen berhak mengeluh dan mengemukakan pendapat atas pelayanan yang buruk. Ini legal dan dilindungi undang-undang," ujarnya.
Ia juga mengkritik manajemen RS Omni yang tak memberikan dokumen rekam medis selama Prita berobat. Tak seharusnya RS Omni menuntut Prita. "Pelaku usaha seharusnya memperluas akses komplain bagi konsumen," ujarnya.
Atas keterangan itu, Jaksa Penuntut Umum, Riyadi, menilai saksi ahli tak memiliki relevansi. Menurutnya, definisi konsumen yang ditangani YLKI adalah yang berhubungan dengan Departemen Perdagangan. "Sedangkan pasien sudah diatur dalam UU Praktik kedokteran yang koordinasinya ada di Departemen Kesehatan," ujar Riyadi.
Kisah Prita bermula saat
ia memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008.
Hasil laboratorium menyatakan kadar trombositnya 27.000, jauh di bawah normal
200.000. Akibatnya ia harus menjalani rawat inap dan mendapat terapi sejumlah
obat.
Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Prita tak membaik. Saat keluarga meminta penjelasan, dokter malah menyampaikan revisi hasil tes trombosit dari 27.000 menjadi 181.000 tanpa memberikan lembar tertulis laboratorium. Dokter mengatakan Prita menderita demam berdarah. Namun kesembuhan tak kunjung ia dapat. Lehernya malah bengkak. Maka ia memutuskan pindah rumah sakit. Di rumah sakit kedua, Prita ternyata didiagnosa menderita penyakit gondong bukan demam berdarah. Prita pun sembuh.
Atas kondisi itulah Prita merasa dirugikan RS Omni Internasional. Ibu dua anak itu kemudian menulis surat keluhan dan mengirim kepada sejumlah rekannya melalui email. Dalam waktu singkat email itu beredar luas di sejulah milis dan blog.
Surat itu pun terbaca manajemen RS Omni Internasional. Atas keluhan Prita, rumah sakit di kawasan Alam Sutera itu kemudian menyeret Prita ke jalur hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Prita yang terancam enam tahun penjara ditahan pada 13 Mei 2009. Namun tiga minggu kemudian hakim mengabulkan penangguhan penahanan Prita setelah muncul berbagai dukungan dari publik dan pejabat pemerintah. Hakim PN Tangerang juga menghentikan kasus Prita melalui putusan sela pada 25 Juni lalu. Namun, jaksa mengajukan banding atas keputusan tersebut dan terkabul.
Sementara pada Senin 8 Juli 2009, Komisi Kesehatan DPR merekomendasikan pencabutan izin Rumah Sakit Omni.
Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Prita tak membaik. Saat keluarga meminta penjelasan, dokter malah menyampaikan revisi hasil tes trombosit dari 27.000 menjadi 181.000 tanpa memberikan lembar tertulis laboratorium. Dokter mengatakan Prita menderita demam berdarah. Namun kesembuhan tak kunjung ia dapat. Lehernya malah bengkak. Maka ia memutuskan pindah rumah sakit. Di rumah sakit kedua, Prita ternyata didiagnosa menderita penyakit gondong bukan demam berdarah. Prita pun sembuh.
Atas kondisi itulah Prita merasa dirugikan RS Omni Internasional. Ibu dua anak itu kemudian menulis surat keluhan dan mengirim kepada sejumlah rekannya melalui email. Dalam waktu singkat email itu beredar luas di sejulah milis dan blog.
Surat itu pun terbaca manajemen RS Omni Internasional. Atas keluhan Prita, rumah sakit di kawasan Alam Sutera itu kemudian menyeret Prita ke jalur hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Prita yang terancam enam tahun penjara ditahan pada 13 Mei 2009. Namun tiga minggu kemudian hakim mengabulkan penangguhan penahanan Prita setelah muncul berbagai dukungan dari publik dan pejabat pemerintah. Hakim PN Tangerang juga menghentikan kasus Prita melalui putusan sela pada 25 Juni lalu. Namun, jaksa mengajukan banding atas keputusan tersebut dan terkabul.
Sementara pada Senin 8 Juli 2009, Komisi Kesehatan DPR merekomendasikan pencabutan izin Rumah Sakit Omni.
Contoh kasus :
Saya sering mengalami
pemadaman listrik yang seharusnya tidak perlu sering dilakukan, dan dari pihak
PLN pun tidak memberikan pembertitahuan terlebih dahului sebelum memalkukan
pemdaman listrik yang sering terjadi itu, sehingga banyak warga yang sangat
dirugikan.
Tanggapan :
Menurut saya
YLKI ini bertujuan untuk memberikan hak para konsumen, sehinnga apa yang
berhubungan dengan konsumen tersebut harus adanya komunikasi terhadap konsumen
tersebut walaupun tidak secara langsung, dan memberikan penjelasan yang jelas,
sehingga konsumen mendapatkan haknya dan tidak ada yang dirugikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar