Sabtu, 28 Desember 2013

Lima penyebab Indonesia sulit jadi negara maju versi LIPI


Merdeka.com - Pemerintah Indonesia optimis bisa keluar dari jeratan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Selama ini, istilah itu disematkan pada bangsa yang mencapai tahapan sejahtera, tapi akhirnya gagal naik kelas jadi negara maju.
Ukuran yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Saat ini, PDB per kapita Indonesia berada di kisaran USD 3.592-4.810. Sesuai analisis Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), negara ini sudah masuk kategori lower middle income. Sesuai teori, momen 42 tahun mendatang akan jadi tantangan pemerintah.
Jika sumber daya dikelola baik, seharusnya Indonesia dalam setengah abad sudah mencapai taraf negara maju. Kisah sukses itu dapat ditengok dari Korea Selatan. Negeri Ginseng mencapai posisinya sekarang sebagai raksasa ekonomi dalam waktu 15 tahun.
Dari simulasi OECD, Indonesia berpeluang naik kelas jadi negara berpendapatan tinggi pada 2042. Pada masa itu, pendapatan rata-rata penduduk seharusnya Rp 132 juta per tahun.
Pemerintah percaya diri membuktikan simulasi OECD. Ketika membuka seminar di Bali pertengahan bulan lalu, Menteri Keuangan Chatib Basri yakin, Indonesia bisa menghasilkan solusi atas persoalan middle income trap.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa lebih optimis lagi. Dia mengklaim sudah menyiapkan tiga langkah, agar jebakan negara berpendapatan menengah bisa dihindari. Pertama habis-habisan membangun infrastruktur. Disusul menciptakan kemandirian pangan, dan terakhir, memberikan proteksi pada masyarakat miskin, misalnya, kredit usaha rakyat (KUR).
Namun, optimisme pemerintah dikoreksi oleh Pusat Peneliti Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dari hasil analisis ilmiah, pekerjaan rumah pemerintah menyediakan pondasi perekonomian masih bejibun.
Peneliti LIPI Latief Adam, bahkan lantang menyebut Indonesia sulit jadi negara maju. "Sulit keluar dari middle income trap. Kita sangat sulit beranjak jadi negara maju," ujarnya dalam seminar di Kantor Pusat LIPI, Jakarta, Senin (23/12).
Analisis : Kita harus menekankan peran inovasi dan teknologi, untuk melahirkan keunggulan komparatif yang baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar